Minggu, 02 Oktober 2011

Cerpen

 Dream Comes True
Kriinggg kkkrriiinngg kkrrriinnngg…..!!!!!!(suara alarm yang bunyi berkali-kali)
            Ggguubrak !!!!! “Hah, udah  jam stengah tujuh?! Waduh gawat, aku bisa telat lagi nih !” kata seorang gadis berambut agak bergelombang, panjang sebahu, dan lebat yang bernama Dini. Dini adalah seorang gadis yang berusai 16 tahun yang mempunyai tinggi badan sekitar 160 cm.
            “Heh, Nad bangunnnnn!!!! Udah jam setengah tujuh tahu! Lo gak mau kita telat lagi dan dihukum sama satpam kita yang cungkring itu kan?!” kata Dini kepada Nadia. Nadia adalah sepupu Dini. Dia anak dari tante Dini yang tadinya tinggal di Bandumg, lalu dia dipindahin ke Jakarta untuk tinggal bersama Dini, karena Dini ditinggal oleh kedua orang tuanya yang selalu sibuk ngurusi pekerjaan mereka masing-masing. Ayah Dini adalah seorang TNI AD yang sedang ditugasin di Jepang, sedangkan Ibunya adalah seorang wanita karir yang sedang mengurusi bisnisnya di bidang fashion dan sekarang sedang berada di Perancis.
            Dini merupakan anak tunggal. Sejak kecil dia sudah terbiasa ditinggal oleh kedua orangtuanya, meskipun tidak sampai ke luar negeri. Tapi yang jelas Dini hanya bisa ngobrol dan bertemu dengan orangtuanya hanya pada saat sarapan dan makan malam. Hal itulah yang sering membuat Dini merasa kesepian dan menjadi seorang gadis yang nakal dan tomboy. Sebelum ada Nadia di rumahnya dia sering pulang malam, bahkan dia pernah tidak pulang kerumahnya, karena dia sudah merasa bosan dengan keadaan dirumahnya yang hanya ditemani oleh mbok Nah(sebutan untuk pembantu Dini). Meskipun rumahnya sudah seperti istana, fasilitasnya pun sudah lengkap, tapi jika tidak ada seseorang yang bisa dijadikan teman untuk berbagi, membuat hidup terasa hampa. Oleh karena itu orangtua Dini meminta Nadia untuk tinggal bersama Dini dan sekolah bareng di Jakarta. Dini dan Nadia mempunyai kesamaan yaitu sama-sama suka membaca novel.
            Dini dan Nadia menempuh pendidikan yang sama yaitu di SMA HARAPAN BANGSA yang terletak di Jl. Soekarno Hatta, Jakarta Barat. Jaraknya kurang lebih 15 km dari rumah Dini. Kelas mereka berdua berbeda. Dini di kelas X.3 dan Nadia di kelas X.2, jadi kelas mereka bersebelahan. Mereka selalu berangkat ke sekolah bersama.
“Ayo, cepet Nad ! lima menit lagi kita masuk ! Lo jangan kaya putri Solo gitu jalannya! Masih jauh pula,“ kata Dini.
            “Lha lo mandi 1 jam sendiri,” kata Nadia.
“Kalian berdua lagi ! kalian berangkat jam berapa sih dari rumah ?”, kata seorang pria dengan wajah geramnya dan tubuhnya yang seperti tidak ada sedikit lemak pun yang menempel di kulitnya.
“Sebenarnya kita tadi berangkatnya sudah lebih awal dari biasanya kok Pak, tapi karena tadi mobilnya lagi dibengkel jadi kita pakai kendaraan umum udah gitu jalanannya juga macet, jadinya kita telat deh Pak,” kata Dini.
“Itu Cuma alasan kalian saja, buktinya anak-anak lain yang menggunakan kendaran umum gak terlambat seperti kalian. Kalian saja yang males bangun pagi.” kata Pak Satpam.
“Nanti istirahat kalian berdua membersihkan seluruh lingkungan sekolah ini, sampai bersih, jangan sampai ada sampah yang tertinggal,” kata Pak Satpam.
Setelah mendapat pencerahan beberapa menit dari pak satpam, mereka pun masuk kelas. Kelas mereka berada cukup jauh dari area depan sekolah, karena kelas mereka berada di Lantai 2 dan berada di paling pojok. Jam pertama hari itu untuk kelasnya Dini adalah fisika, sedangkan Nadia olahraga. Jadi Nadia sedikit lebih santai daripada Dini, karena jika telat dia hanya mendapat hukuman lari mengelilingi lapangan yang tidak terlalu luas sebanyak 3x putaran. Sedangkan Dini jam pertama adalah sisika yang gurunya adalah wali kelas Dini. Di kelas X.3 Dini mendapat kepercayaan dari temannya untuk menjadi ketua kelas.
Ketika memasuki lapangan sekolah, Nadia pun bernapas lega. Ternyata guru olahraganya sedang tidak bisa masuk karena mengantarkan Tim Basket sekolah HARAPAN BANGSA untuk mengikuti pertandingan basket tingkat Nasional di Gelora Bung Karno, Senayan. Jadi, teman-teman kelas Nadia hanya berolahraga sendiri.
Dini sedikit kurang beruntung dibandingkan Nadia. Ketika sampai di depan kelas dia sudah disambut oleh dehemen guru Fisika Dini yang terkenal killer di mata siswa HARAPAN BANGSA. Bu Santi nama panggilannya. Dia adalah seorang wanita berusia 40 tahun yang mendapat mandat dari kepala sekolah untuk menciptakan generasi-generasi berkualitas ISSAC NEWTON.
“Masih jam setengah delapan mba, kok sudah berangkat? Apa tidak terlalu pagi?” Tanya Bu Santi.
Dini yang tadinya mempunyai seribu satu alasan untuk menjawab pertanyaan atas keterlambatannyannya. Kini dia hanya bisa terdiam dan tertunduk. Dia hanya berkata, “maaf Bu, saya terlambat”.
Bu Santi merasa tidak puas dengan jawaban dari Dini. Karena beliau sudah sering mendapat laporan dari guru-guru yang lain bahwa salah satu anak didiknya sudah sering telat. Bu Santi pun melakukan pencucian otak kurang lebih 5 menit lamanya yang mungkin bisa mencerahkan otak Dini yang sudah ada sedikit kotoran. Dini memang sudah sering terlambat, tapi baru pertama kali dia terlambat pada jam pelajaran Bu Santi. Karena Dini sudah mengetahui dari kakak kelasnya, jika jam pelajaran Bu Santi telat, maka sulit untuk siswa di perbolehkan masuk kelas mengikuti pelajaran. Biasanya jika ada siswa yang telat pelajran fisika, langsung di minta Bu Santi untuk belajar di Perpustakaan selama 1pelajaran.
Jantungku Dini berdegup kencang, seluruh tubuhnya berkeringat dingin. Tangannya gemetar. Dini benar-benar ketakutan. Karena hari itu kelas Dini sedang Ulangan Harian 1. Dini tidak ingin di suruh belajar di Perpustakaan dan mengikuti Ulangan Susulan.
Setelah melakukan negosiasi dengan Bu Santi. Akhirnya, Dini diizinkan untuk mengikuti ulangan, dengan syarat dia harus mencuci sedikitnya 30 mukenah dari musholla sekolah sekolah Harapan Bangsa.
Tibalah saatnya jam istirahat. Waktu untuk Dini dan Nadia mempertanggungjawabkan perbuatannya tadi pagi. Nadia menghampiri Dini.
“Din, mau kemana?” tanya Nadia.
“Aku mau ke kantin, makan dulu, aku udah laper banget,” jawab Dini.
Dini dan Nadia pergi ke kantin bersama. Setibanya di kantin, mereka melihat pak satpam sedang makan di kantin. Dini dan Nadia sontak mengurungkan niatnya untuk makan di kantin. Mereka kembali ke kelas dan langsung melaksanakan tugas yang tadi pagi sudah di perintahkan pak satpam.
Setelah bel pulang berbunyi, Dini dan Nadia langsung oergi meninggalkan kelas. Di dekat pintu gerbang mereka melihat Pak Tono (Pak satpam) sedang mengatur lalu lintas di luar.
“Yaah, ada Pak Satpam di depan. Kita pasti gak diijinin pulang sekarang,” kata Dini.
Dugaan mereka benar, Pak satpam tidak mengijinkan mereka pulang saat itu juga. Malahan hukuman mereka jadi di tambahin. Kali ini Pak satpam memberi pilihan kepada mereka. Mereka di minta untuk memilih membersihkan seluruh toilet pria dan wanita yang ada di SMA HARAPAN BANGSA atau membersihkan gudang dan ruang olahraga yang sudah selama 3 tahun terakhir belum pernah di bersihkan lagi karena pernah ada kejadian horror yamg terjadi di sana.
Dini dan Nadia akhirnya memutuskan membersihkan toilet pria dan wanita meskipun sebenarnya mereka tidak ingin mernilih kedua-keduanya. Mereka memilih itu karena mereka berdua sama-sama penakut. Nadia yang alergi debu, sesekali bersin-bersin karena banyaknya debu yang sudah masuk ke hidungnya.
Pukul 15.30 wib mereka meminta ijin untuk pulang karena mereka sudah tidak kuat dengan aroma yang ditimbulkan dari toilet pria. Melihat wajah Dini dan Nadia yang kelihatannya sudah lelah sekali pak satpam pun mengijinkan mereka pulang. Mereka berdua pulang menggunakan kendaraan umum. Dini dan Nadia yang tadinya berencana pergi ke mall setelah pulang sekolah menjadi dibatalkan karena mereka sudah tidak tahan dengan bau tubuh mereka masing-masing. Selama perjalanan mereka berdua asyik bercerita. Mulai dari sekolah, fashion, novel baru, sampai aris idola. Dini cerita tentang kejadian waktu dia telat tadi yang ternyata sedang ulangan fisika dan semalam Dini tidak belajar karena dia lupa kalau hari itu ulangan fisika. Nadia bercerita tentang artis idolanya yaitu Justin Bieber yang katanya mau dating ke Indonesia.
Sesampainya di rumah Dini dan Nadia sudah disambut hangat oleh senyuman manis dari seorang wanita yang sudah berusia sekitar 50 tahun, Mbok Nah. Wanita yang senantiasa menyiapkan segala keperluan Dini dan Nadia. Mulai dari menyiapkan makan, sampai menyiapkan baju-baju mereka yang biasanya sudah di tata rapi oleh mbok Nah.
“Tumben mba Dini dan Nadia jam segini baru pulang?” Tanya mbok Nah.
“Iya mbok, tadi pagi kita terlambat, jadi ada jam tambahan suruh bersihin wc dulu,” jawab Dini.
“Oh ya, tadi ibu mba Nadia ke sini. Menanyakan kabar Nadia.”
Dini dan Nadia bergegas mandi. Malam harinya mereka berdua belajar bersama. Dini yang mempunyai hobi melukis dan bercita-cita menjadi desaigner setelah belajarnya selesai langsung membuat rancangan gaun yang anggun. Nadia yang mempunyai cita-cita sebagai penulis novel best seller selesai belajar langsung merampungkan karangan novelnya yang belum selesai.
Hari berganti hari, bulan pun terus berganti. Sudah selama kurang lebih enam bulan mereka menempuh pendidikan di SMA HARAPAN BANGSA. Satu minggu lagi mereka akan menempuh Ulangan Akhir Semester 1. Dini yang tadinya malas-malasan belajar, kini menjadi rajin belajar.
Setelah 10 hari mereka menjalani UAS, hari yang mereka tunggu-tunggu akan segera tiba. Penerimaan Rapor. Hasil belajar yang mereka lakukan kurang lebih selama enam bukan ini. Hasilnya akan dilaporkan kepada orang tua mereka masing. Rapor Dini akan diambil olehnya yang katanya akan pulang dari Perancis satu hari sebelum penerimaan rapor. Rapor Nadia akan diambil oleh ayahnya. Dini dan Nadia merasa was-was karena mereka sadar mereka selama ini jarang belajar dan hanya bermain-main.
Tanggal 30 Desember adalah hari penerimaan rapor. Tibalah saatnya orangtua menerima laporan hasil belajar anak mereka masing-masing. Orangtua Dini yang mengenakan Hem berwarna merah muda sudah sampai di rumah untuk menjemput Dini dan Nadia agar bisa berangkat bersama ke sekolah. Sedangkan Ayah Nadia akan datang langsung dari Bandung ke Sekolah Dini.
Dengan wajah ceria dan berseri-seri para orangtua masuk ke kelas anak mereka masing-masing. Bu Santi, wali kelas Dini memanggil satu persatu nama siswa sesuai dengan nomor urut dan yang namanya dipanggil bisa maju ke depan untuk menerima hasilnya. Dini Prameswari menempat nomor urut ke enam. Tibalah giliran orangtua Dini untuk maju ke depan. Jantung Dini terus
Hasil yang diperoleh Dini belum cukup memuaskan seperti ketika dia duduk di bangku SMP dulu. Dini kini hanya mendapat peringkat 15 sedangkan dulu waktu SMP dia selalu masuk 5 besar. Peringkat 12 didapatkan Nadia
Liburan akhir semester 1 Dini dan Nadia habiskan di Jepang, tinggal bersama Ayah Dini. Mereka termasuk gadis yang menyukai budaya Jepang. Mereka liburan di Jepang selama 2 minggu. Waktu liburan di sana tidak hanya di habiskan untuk bersenang-senag saja. Dini mengisi liburannya untuk membuat rancangan baju baru model Jepang, yang nantinya akan dikiriman ke ibunya yang memiliki boutique sekaligus desaigner untuk dibuatkan baju. Nadia menghabiskan waktu liburnya untuk mencari inspirasi menyelesaikan novelnya yang akan segera di terbitkan.
Waktu liburan 2 minggu suda habis. Kini waktunya untuk kembali belajar, pergi ke sekolah. Memasuki semester 2 kali ini Dini dan Nadia tinggal di asrama oleh orangtua mereka, karena orangtua Dini dan Nadia mendapat laporan kalau Dini dan Nadia sering telat. Untuk mencegah hal seperti itu supaya tidak terjadi maka orangtua Dini memindahkan Dini dan Nadia ke asrama yang tidak jauh dari sekolah mereka.
“Apa mah, ke asrama? Kehidupan di asrama itu kan gak enak banget,” kata Dini.
“Sampai kapan?” tanya Nadia.
“Pokoknya kalian harus tinggal di asrama sampai prestasi kalian bagus lagi.” Jawab ibunya Dini. “Oh ya Nad, ibu kamu juga sudah menyetujui rencana tersebut,” jawab ibu Dini sambil berjalan menuju ke kamar.
Hari pertama masuk sekolah, mereka diantar ke sekolah sekaligus membawa barang-barang yang mereka butuhkan untuk tinggal di asrama. Sepanjang perjalanan Dini dan Nadia hanya diam dan menmpakkakn wajah cemberut sebagai tanda bahwa mereka tidak setuju dengan rencana memindahkan mereka berdua ke asrama. Bagi mereka kehidupan di asrama itu seperti hidup di hotel prodeo. Enggak boleh bawa hp, mandi antri, makananya membosankan, keluar dibatasi, gak bisa ke mall, kamarnya sempit, pokoknya sangat membosankan.
Hari pertama masuk sekolah langsung pelajaran seperti biasa. Jam pertama di kelasnya Dini adalah matematika. Dini memang tidak begitu menyukai pelajaran matematika. Dia sering tertidur saat pelajaran matematika.
“Tadi pelajaran matematika ngapain Din?” tanya Nadia.
“Enggak tahu gue tidur,” jawab Dini.
“Dasar ! jadi orang kerjaannya tidur terus,” kata Nadia kepada Dini.
Pertama tinggal di asrama mereka tidak bisa tidur, karena memang kamarnya tidak seluas kamar mereka yang di rumah. Tapi lama-kelamaan juga terbiasa.
Jarak dari asrama ke sekolah sangat dekat, tapi hari ketiga berangkat sekolah mereka telat, karena mereka menunggu antrean mandi. Mereka berangkat ke sekolah sambil membicarakan pak Yanuar, guru matematika yang kabarnya akan pindah dan diagantikan oleh guru baru yang masih muda dan lumayan tampan.
“Ah terserah, aku gak peduli mau digantikan sama siapa saja, yang penting bisa buat aku melek kalau pelajaran matematika,” kata Dini.
“Di jamin gag bakalan ngantuk,” ucap Nadia.
Sampai di sekolah mereka berdua sudah telat. Di dalam kelas Dini sudah ada seorang pria berusia sekitar 25 tahun, tinggi badan sekitar 175cm, kulit sawo matang, sedang menulis di papan tulis. Hari ini adalah pelajaran matematika untuk kelasnya Dini. Dini mengetuk pintu lalu masuk kelas.
Tok tok tok . . . “Assalamu’alaikum,” sapa dini.
“Walaikumsalam, silahkan masuk,” jawab Pria itu dengan senyuman kecil yang mengembangkan dari bibirnya.
Pria itu adalah pak Ardian. Guru matematika baru kelas X. Semenjak diajar oleh pak Ardian Dini menjadi tidak pernah ngantuk dan rajin belajar. Nilai-nilainya menjadi lebih baik dari semester 1.
Hari-hari terus berganti, tahun-tahun pun terus berlalu. Dini dan Nadia semakin semangat untuk mengukir prestasi. Semester 2 kelas X hingga semester 1 kelas XII Dini dan Nadia peringkatnya terus meningkat. Semester 1 kelas XII Dini mendapat peringkat 5 dan Nadia mendapat peringkat 6.
Memasuki semester 2 kelas XII Dini dan Nadia semakin giat belajarnya. Dini ingin melanjutkan kuliahnya di Paris dan mengambil jurusan desaign grafis. Sedangkan Nadia tetap ingin menjadi penulis best seller jadi dia mengambil jurusan sastra.
Senin, 7 Mei 2007 adalah hari pengumuman hasil ujian Nasional untuk SMA. Dini dan Nadia sangat menanti-nanti hari ini. Hari itu sekaligus pengumuman untuk 10 siswa berprestasi sekolah dengan nilai ujian nasional tertinggiyang akan mendapatkan beasiswa dari sekolah. Nama-nama siswa yang mendapatkan peringkat 1-9 sudah diumumkan. Nadia mendapatkan peringkata ketiga. Kini pengumuman yang mendapat peringkat 1 akan diumumkan. Dini tidak sabar untuk mengetahui siapa yang mendapat juara 1.
“Peringkat 1 diraih oleh….. Dini Prameswari….” seru kepala sekolah.
Dini sangat tidak percaya bahwa tenyata yang mendapatkan peringkat satu adalah dirinya. Dia menangis bahagia. Tapi di sisi lain dia sedikit kecewa karena dia belum diterima di Universitas di Paris, yang selama ini dia impikan. Dini harus menunggu 1 tahun lagi. Selama satu tahun dia menempuh pendidikan di universutas dalam negeri terlebih dahulu.
Tiga tahun kemudian dia mendaftar lagi dan diterima. Dini juga mendapatkan beasiswa sekolah gratis selama 4 tahun di Paris.
“Paris aku datang……….terima kasih masih menungguku…….!!! “ seru Dini dengan lantang di bawah menara .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar